
HALALCORNER.ID, JAKARTA – Menyimak kasus produk bermerek NABIDZ yang mengklaim sebagai wine halal melalui jalur Self Declare, sangatlah penting membahas status kehalalan produk makanan atau minuman hasil fermentasi dengan klaim tanpa alkohol.
Produsen yang mengklaim produk fermentasi buah-buahan adalah HALAL menimbulkan pro dan kontra.
Wine merupakan minuman beralkohol hasil fermentasi buah anggur. Kandungan alkohol dalam wine berkisar antara 12 – 15%. Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, wine termasuk dalam minuman beralkohol golongan B.
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 menyatakan produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol-etanol kurang dari 0,5% berstatus hukum HALAL selama tidak membahayakan secara medis.
Bagaimana bila suatu produk minuman hasil fermentasi menghasilkan alkohol dalam kadar nol?
Beberapa produsen minuman asal Spanyol mengklaim produknya sebagai certified halal wine atau non alcoholic. Produsen mengklaim proses fermentasi yang lebih singkat bila dibandingkan dengan fermentasi wine pada umumnya yaitu menyebabkan wine yang diproduksi memiliki kadar alkohol nol. Selain waktu fermentasi, bahan wine zero alcohol juga dipilih dari anggur masih muda yang memiliki kadar gula lebih rendah daripada anggur matang.
Wine zero alcohol ini diklaim banyak diminati vegetarian, orang yang sensitif terhadap alkohol dan mulai dkenal masyarakat di Timur Tengah bahkan Asia Tenggara.
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan bila produk wine zero alcohol tidak akan bisa mendapatkan sertifikasi halal karena produk tersebut bersifat tasyabbuh, menyerupai produk yang diharamkan dalam Islam.
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indoensia Nomor 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal, suatu produk tidak akan mendapatkan sertifikasi halal bila menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang megarah kepada kekufuran dan kebatilan, menimbulkan rasa/aroma (flavour) benda-benda yang diharamkan, menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan.
Jelaslah, kehalalan suatu produk makanan atau minuman diharuskan memenuhi persyaratan dan prosedur sistem jaminan halal yang telah ditetapkan oleh MUI. Tak hanya bahan baku dan proses produksinya yang halal, penamaan dan karakteristik produk (warna, rasa, bau atau aroma) tidak boleh mengarah pada produk haram atau yang telah dinyatakan haram berdasarkan fatwa MUI.
Fan Page : HALAL CORNER
FB Grup : bit.ly/FBGrupHalalCorner
Website : www.halalcorner.id
Twitter : @halalcorner
Instagram : @halalcorner
Referensi : diolah dari berbagai sumber
Redaksi : HC/IB