[:id]Mengulik Titik Kritis Kehalalan Jamu Tradisional Warisan Leluhur Indonesia (Bagian Pertama)[:]

Photo of author

[:id]HALALCORNER.ID, JAKARTA  – Sebagian besar orang Indonesia pasti mengenal beberapa jenis jamu tradisional, misalnya saja beras kencur, kunyit asam, pahitan, kunci sirih, galian singset atau temulawak. Ya, nama-nama tersebut identik dengan wanita setengah baya yang menggendong bakul penuh botol-botol kaca berisi obat tradisional sambil berseru ”Jamuu… jamuuu.”

Jamu sendiri adalah sebutan untuk obat atau minuman tradisional asli Indonesia yang terbuat dari bahan alami seperti akar-akaran, daun-daunan, kulit batang dan buah seperti kencur, jahe, laos, kunir, temulawak, sambiloto dan lainnya.

Dengan kekayaan dan keberagaman herbal di Indonesa, jamu dibuat dengan tujuan meningkatkan daya tahan tubuh atau mengobati berbagai jenis penyakit. Resep dan khasiat jamu sendiri sudah dikenal secara turun-temurun. Kepopuleran jamu atau obat herbal semakin meningkat dengan ketidakmampuan obat-obatan kimia dalam mengatasi beberapa penyakit tertentu. Selain itu, jamu tradisional diklaim memiliki efek samping yang minimal apabila dipakai secara kontinyu dalam waktu yang lama. Faktor harga yang terjangkau dibandingkan obat-obatan kimia juga terkadang membuat masyarakat lebih memilih mengkonsumsi jamu.

Jamu umumnya tidak beracun dan menimbulkan efek samping bagi tubuh. Saat ini efek pengobatan jamu sudah banyak diteliti secara akademis dan juga diuji secara klinis. Hal inilah yang menjadi alasan jamu mendapat tempat di hati masyarakat dan menjadi andalan sebagai produk kesehatan dan kecantikan.

Dahulu, jamu merupakan hasil produksi rumahan dan biasa dipasarkan secara door to door dan biasa disebut jamu gendong. Jamu rumahan diproduksi dengan menghaluskan bahan menggunakan lumpang atau alu, lantas dicampurkan dan dituang ke dalam air mendidih. Air rebusan dapat langsung dikonsumsi setelah dingin atau diambil sarinya terlebih dahulu dengan cara disaring atau diperas dengan menggunakan kain.

Cara tradisional yang tidak memiliki standar baku ini memiliki beberapa kelemahan, misalnya untuk masalah sanitasi dan higienitas.

Selain itu tentunya ada hal lain yang menjadi tuntutan bagi umat muslim, yaitu kehalalan jamu.

Pada dasarnya status kehalalan jamu mudah diketahui karena asalnya dari tanaman. Jamu bersifat halal untuk dikonsumsi, kecuali jamu dengan bahan dasar yang memiliki efek samping merugikan seperti misalnya mempunyai efek racun yang bisa membahayakan tubuh.

Namun, selain bahan dasar, seringkali jamu ditambahkan dengan bahan lain dengan tujuan untuk meningkatkan khasiatnya atau mempercepat efek jamu. Hal ini perlu diperhatikan, terlebih pengawasan terhadap kehalalan jamu gendong masih sulit dilakukan meski beberapa jamu gendong tradisional (khususnya di wilayah Jawa Timur) telah memiliki sertifikat halal.

Sebagian besar jamu mempunyai rasa pahit, sehingga menjadi halangan bagi sebagian orang untuk mengkonsumsinya. Untuk mengurangi rasa pahit, jamu kerap kali ditambah dengan pemanis seperti gula pasir, gula jawa, dan gula batu. Bila gula pasir yang digunakan, tentunya telah diketahui bersama, karbon aktif yang digunakan saat proses rafinasi harus diketahui asalnya, apakah berasal dari arang aktif atau dari tulang hewan haram atau sembelihan yang tidak syar’i.

Ada pula jamu yang menggunakan bagian tubuh hewan seperti tangkur buaya, empedu kambing dan ular.

Nah, perhatikan jenis dan cara penyembelihan hewan yang digunakan. Selama masih ada alternatif lain untuk mempertahankan daya tahan tubuh dan mengobati penyakit maka penggunaan jamu yang menggunakan bagian tubuh hewan tersebut diharamkan.

Bahan lainnya yang kerap ditambahkan adalah anggur koloseum, fermentasi perasan buah anggur ini menghasilkan alkohol > 5%, sehingga status jamu yang ditambahkan anggur koloseum menjadi haram, serupa dengan khamr.

-bersambung ke bagian 2-

Fan page                :  HALAL CORNER
FB Group                : 
Website                 :  www.halalcorner.id
Twitter                   :  @halalcorner
Instagram              :  @halalcorner

Referensi : diolah dari berbagai sumber
Redaksi   : HC/AN[:]

Tinggalkan komentar

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial