HALALCORNER.ID.JAKARTA — Pemerintah mengungkapkan, jumlah rumah potong hewan (RPH) ataupun rumah potong unggas bersertifikat halal (RUPH) masih minim. Batam bahkan menyatakan, RUPH yang diresmikan pada Jumat (13/5) lalu merupakan satu-satunya di Indonesia.
Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI Osmena Gunawan mengatakan, kecilnya jumlah RPH bersertifikat halal terkendala pengawasan. Jumlahnya yang telah bersertifikat halal tak sampai 100 unit.
Hal itu ditambah banyak rumah potong, terutama unggas, yang ilegal dan tak terlacak. “Selama ini, belum ada penertiban rumah potong unggas skala kecil yang kebanyakan ilegal. Penyembelih yang tahu tata cara penyembelihan secara Islam juga sedikit,” katanya, Rabu (18/5).
Seharusnya, kata Osmena, ada perhatian dinas terkait untuk melakukan penertiban mengenai lokasi sampai cara penyembelihan hewan. Dengan demikian, RPH dan RPU bisa terdata dengan baik dan bisa diberikan penyuluhan terkait standar sertifikat halal.
Osmena memaparkan, salah satu kendala sertifikasi halal, terutama untuk hotel, restoran, dan katering adalah asal usul daging. Hal itu sulit dilacak karena tempat penyembelihan yang tersebar dan tidak terawasi.
Sejak Jumat pekan lalu, secara resmi Batam memiliki rumah potong unggas halal (RUPH). Berdiri di atas lahan seluas 4.000 meter, RPUH dilengkapi gedung administrasi dan mesin potong ayam. Ada delapan pekerja, lima di antaranya pemotong unggas.
Kepala Kantor Kemenag Kota Batam, Kepulauan Riau, Zulkifli Aka, seperti dikutip dari laman Kemenag, Senin (16/5), menjelaskan, peletakan batu pertama pembangunan RPUH dilakukan tiga tahun lalu. Pembangunan rampung pada Desember 2015 dengan biayai sekitar Rp 4 miliar.
Modal awal pembangunan RPUH yang berlokasi di Jalan KH Ahmad Dahlan, Sei Temiang, Sekupang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), ini berasal dari Badan Wakaf Indonesia (BWI) Kota Batam. Selanjutnya, BWI membentuk nazir dengan nama Mitra Umat.
BWI bahkan menyebut, kemungkinan RPUH ini merupakan satu-satunya di Indonesia dan bisa menjadi model. Zulkifli menyebutkan, saat ini RPUH baru memiliki kemampuan memotong 5.000-7.000 ekor ayam per hari.
Padahal, setiap harinya Batam membutuhkan sebanyak 30 ribu hingga 40 ribu ekor ayam. Meski demikian, ia yang dikutip laman Batam Pos edisi 14 Mei 2016, menyatakan rumah potong ini ada demi menjamin kehalalan ayam potong.
Apalagi, kata dia, selama ini banyak yang berlaku sembarangan dan main potong saja. Karena itu, ia mendorong seluruh pengusaha ayam memanfaatkan rumah potong tersebut. ”Kami akan menjalin komunikasi dengan pengusaha ayam maupun makanan.’
Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam Kemenag Machasin berpendapat, sedikitnya RPH yang bersertifikat halal karena alasan biaya. ”Ini terkendala biaya, terutama perusahaan kecil. Nanti kita akan cari cara agar mereka tidak terbebani,” katanya, kemarin.
Kendati demikian, menurut Machasin, masyarakat Islam tidak perlu terlalu khawatir karena pada umumnya rumah potong hewan di Indonesia hampir semuanya halal. Kecuali, di beberapa daerah yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Jadi, di daerah tersebut ada kemungkinan daging yang dipotong bercampur dengan yang tidak halal. Namun, kata dia, dengan adanya Undang-Undang Jaminan Produk Halal ((UU JPH), ke depan semua RPH, termasuk rumah potong untuk unggas, harus bersertifikat halal.
Dalam kurun waktu lima tahun, sertifikat halal bersifat sukarela, tetapi selanjutnya bersifat wajib. Sejauh ini, Machasin mengungkapkan, pihaknya sudah menyosialisasikan perihal UU JPH ini meski diakui belum maksimal.
Memprihatinkan
Menanggapi permasalahan ini, Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan, perlu upaya dari beberapa kementerian, seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama untuk menegakkan UU JPH.
Selain itu, gerakan komunitas halal juga mesti mendorong masyarakat untuk memahami pentingnya jaminan halal. “Ini memprihatinkan sekali. Dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, mereka sudah punya RPH halal yang bahkan terintegrasi,” kata Ikhsan.
Anggapan tradisional yang menilai semua produk di Indonesia sudah pasti halal menjadi salah satu tantangan untuk mewujudkan amanat UU JPH. Padahal, pengertian halal bukan hanya dogma agama, melainkan sudah dirujuk dalam ketentuan undang-undang.
Namun, Ikhsan mengingatkan agar sertifikasi halal jangan sampai menjadi beban bagi konsumen. “Karena ada sertifikasi halal hingga menyebabkan harga daging jadi naik, itu akan menyebabkan persoalan lagi,” kata Ikhsan.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno pada 9 Juli 2015 mengakui, jumlah RPH ideal yang memenuhi standar aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) masih sangat sedikit.
“Dari jumlahnya yang mencapai ratusan ribu se-Indonesia, hanya sebagian kecil yang ideal,” kata Muladno. Mestinya, kata dia, setiap kabupaten minimal memiliki satu RPH yang ideal. Namun, sampai saat ini, belum semua kabupaten memilikinya.
Kebanyakan tempat pemotongan hewan hanya ala kadarnya. Jadi, dari segi kualitas dan kuantitas masih minim. Kementerian Pertanian pada 2015 mengalokasikan dana APBN sekitar Rp 100 miliar dan alokasi khusus Rp 250 miliar terkait RPH.
Dana tersebut digunakan untuk membangun RPH dan meningkatkan kualitasnya di sejumlah daerah.
Sumber : ROL.ID