[:id]
HALALCORNER.ID. BANDUNG –Siapa yang tak kenal dengan kenikmatan dan keharuman khas rempah nasi liwet? Makanan khas asli Indonesia ini telah dikenal oleh masyarakat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Khusus di wilayah Pulau Jawa, nasi ini telah dikenal sejak zaman era penjajahan kolonial Belanda. Perbedaannya, dulu cara pembuatan dan bumbu masakannya masih sederhana, sedangkan sekarang divariasikan dengan berbagai bumbu dan lauk yang berbeda-beda.
Salah satu ciri yang masih sama nasi liwet era dulu dan sekarang adalah “harumnya khas”. Proses pembuatan nasi liwet yakni menanak beras menjadi nasi dengan memakai bumbu rempah dan lauk sekaligus. Khusus pembuatan liwet di Jawa Barat, pembuatan nasi ini di era dulu menggunakan potongan batang bambu dengan panjang sekitar 50 centimeter.
Buliran beras dimasukkan ke dalam lobang bambu dengan memakai air disertai daun-daunan rempah, seperti daun selam dan kemangi. Lobang pada ujung bambu pun ditutup menggunakan daun pisang dan dibakar dalam api unggun kecil.
Sedangkan, sekarang pembuatan liwet menggunakan “kastrol” yakni sejenis wajan dari tembaga khusus nasi liwet. Penggunaan bumbu rempah hampir sama dengan era dulu, namun era sekarang liwet menggunakan lauk yang bermacam-macam. Pola memasak nasi liwet ini, sekarang digunakan hampir di seluruh rumah makan yang menyediakan nasi liwet di wilayah Jawa Barat.
Seiring perkembangan jaman, industri kuliner tradisional terus menghadirkan inovasi-inovasi baru supaya dapat terus bersaing. Salah satu inovasi nasi liwet kini dikembangkan oleh pasangan pengusaha asal Bandung Eko Hendrawan dan Tuti Asmara. Pasangan ini menghadirkan sensasi lain dari nasi liwet dengan mengusung konsep “Ngabotram”, makan secara berjamaah atau bersama-sama.
Dengan mengedepankan konsep ngabotram inilah, Eko dan istrinya mencoba menawarkan liwetnya dengan sensasi dan kemasan yang berbeda. “Ya, nasi liwet buatan kami memang rada berbeda dengan nasi liwet kebanyakan. Menghadirkan petai dan paduan ikan laut sebagai topingnya. Kami juga mencoba menawarkan tiga toping pilihan dengan nama yang unik,” katanya.
Berkat kreativitas Eko dan Tuti, sajian nasi liwet dikemas dengan nama menu Nasi Liboet Petjambrot alias petai jambal roti; Nasi Liboet Peda Bendot atau Petai Ikan Peda Cabe Gendot: dan Nasi Liboet Petir Medan alias Petai Teri Medan.
Semua menu tersebut dijual dengan paket “ngabotram” alias makan beramai-ramai. Nah, agar memiliki keunikan dalam kemasan, pasangan yang sudah dikaruniai dua orang anak ini, Zallu (10) dan Anaking (7), menyajikannya dalam sebuah citel atau kastrol yang sudah dilapisi kain batik.
“Kenapa citelnya dilapisi kain batik, karena batik itu kan budaya Indonesia jadi saya ingin menggabungkan kearifan lokal yaitu bumbu tradisional dengan budaya lokalnya itu batik dalam menyajikan nasi liboet,” ujar Eko.
Eko juga memasukan unsur kearifan lokal lainnya dalam penyajian masakannya, yakni menggunakan piring lidi dengan alas daun sebagai piringnya. “Saya ingin mengejawantahkan konsep go green dalam bisnis kuliner kami, selain menghemat air, juga tanpa sampah non organik,” jelasnya.
Konsep bisnis yang dilakukan Eko dan istrinya ini, memang terbilang unik. Eko menggunakan media sosial seperti WA, Facebook, Twitter hingga instagram untuk berjualan nasi liboetnya. Sejak tiga tahun lalu, bisnis online-nya kini mulai berkembang. Pesanan tak hanya datang dari wilayah Bandung dan sekitarnya, tapi juga sudah merambah kawasan Jabodetabek.
“Lebih banyak pesanan untuk acara hajatan dan syukuran di perkantoran. Untuk pemesanan di luar Bandung memang ada syarat dan ketentuan. Minimal pemesanan harus di atas 150 porsi dan ongkos kirim ditanggung bersama,” ujar Eko.
Bicara soal harga, rasanya relatif terjangkau yaitu kisaran Rp 15.000-Rp35.000. Porsi termahal dilengkapi empal/gepuk dan tempe dan tahu bacam, lalapan, sambal dan kerupuk.
Eko juga menyadari sebagai seorang pengusaha muslim, bisnis yang dijalankan diharapkan lebih barokah dan tidak menimbulkan kemudharatan baik kepada konsumen maupun untuk Nasi Liboet sebagai produsen hingga Eko termotivasi untuk mendaftarkan Nasi Liboet untuk mendapat sertifikat halal dari MUI.
“Proses sendiri Alhamdulillah tidak terlalu lama,” ujar Eko. “Proses mendapatkan sertifikat kami dapatkan saat mengikuti program pembinaan UKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung di Jalan Kawaluyaan, Bandung. Proses sertifikasinya sendiri memakan waktu 3 bulan. LPPOM MUI datang untuk melakukan wawancara dan tak lama berselang sertifikat dirilis.”
Nasi Liboet sendiri sudah menjadi partner Halal Corner dalam program Ifthor Halal di wilayah Bandung. “Dengan produk yang sudah terjamin kehalalannya akan muncul keyakinan dan rasa aman di pihak kami juga tentunya bagi konsumen. Dengan adanya sertifikat membantu kami membangun kepercayaan konsumen kepada Nasi Liboet sebagai yang halal dan thoyib.”
Bunda Tuti Asmara, owner Nasi Liboet
Ingin menikmati sensasi Nasi Liboet?? HCers dapat temui di Jl. Leuwi Anyar V, Situsaeur, Bandung – Jawa Barat atau hubungi 08122045531.
Redaksi : HC/EH & AN[:en]
HALALCORNER.ID. BANDUNG –Siapa yang tak kenal dengan kenikmatan dan keharuman khas rempah nasi liwet? Makanan khas asli Indonesia ini telah dikenal oleh masyarakat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Khusus di wilayah Pulau Jawa, nasi ini telah dikenal sejak zaman era penjajahan kolonial Belanda. Perbedaannya, dulu cara pembuatan dan bumbu masakannya masih sederhana, sedangkan sekarang divariasikan dengan berbagai bumbu dan lauk yang berbeda-beda.
Salah satu ciri yang masih sama nasi liwet era dulu dan sekarang adalah “harumnya khas”. Proses pembuatan nasi liwet yakni menanak beras menjadi nasi dengan memakai bumbu rempah dan lauk sekaligus. Khusus pembuatan liwet di Jawa Barat, pembuatan nasi ini di era dulu menggunakan potongan batang bambu dengan panjang sekitar 50 centimeter.
Buliran beras dimasukkan ke dalam lobang bambu dengan memakai air disertai daun-daunan rempah, seperti daun selam dan kemangi. Lobang pada ujung bambu pun ditutup menggunakan daun pisang dan dibakar dalam api unggun kecil.
Sedangkan, sekarang pembuatan liwet menggunakan “kastrol” yakni sejenis wajan dari tembaga khusus nasi liwet. Penggunaan bumbu rempah hampir sama dengan era dulu, namun era sekarang liwet menggunakan lauk yang bermacam-macam. Pola memasak nasi liwet ini, sekarang digunakan hampir di seluruh rumah makan yang menyediakan nasi liwet di wilayah Jawa Barat.
Seiring perkembangan jaman, industri kuliner tradisional terus menghadirkan inovasi-inovasi baru supaya dapat terus bersaing. Salah satu inovasi nasi liwet kini dikembangkan oleh pasangan pengusaha asal Bandung Eko Hendrawan dan Tuti Asmara. Pasangan ini menghadirkan sensasi lain dari nasi liwet dengan mengusung konsep “Ngabotram”, makan secara berjamaah atau bersama-sama.
Dengan mengedepankan konsep ngabotram inilah, Eko dan istrinya mencoba menawarkan liwetnya dengan sensasi dan kemasan yang berbeda. “Ya, nasi liwet buatan kami memang rada berbeda dengan nasi liwet kebanyakan. Menghadirkan petai dan paduan ikan laut sebagai topingnya. Kami juga mencoba menawarkan tiga toping pilihan dengan nama yang unik,” katanya.
Berkat kreativitas Eko dan Tuti, sajian nasi liwet dikemas dengan nama menu Nasi Liboet Petjambrot alias petai jambal roti; Nasi Liboet Peda Bendot atau Petai Ikan Peda Cabe Gendot: dan Nasi Liboet Petir Medan alias Petai Teri Medan.
Semua menu tersebut dijual dengan paket “ngabotram” alias makan beramai-ramai. Nah, agar memiliki keunikan dalam kemasan, pasangan yang sudah dikaruniai dua orang anak ini, Zallu (10) dan Anaking (7), menyajikannya dalam sebuah citel atau kastrol yang sudah dilapisi kain batik.
“Kenapa citelnya dilapisi kain batik, karena batik itu kan budaya Indonesia jadi saya ingin menggabungkan kearifan lokal yaitu bumbu tradisional dengan budaya lokalnya itu batik dalam menyajikan nasi liboet,” ujar Eko.
Eko juga memasukan unsur kearifan lokal lainnya dalam penyajian masakannya, yakni menggunakan piring lidi dengan alas daun sebagai piringnya. “Saya ingin mengejawantahkan konsep go green dalam bisnis kuliner kami, selain menghemat air, juga tanpa sampah non organik,” jelasnya.
Konsep bisnis yang dilakukan Eko dan istrinya ini, memang terbilang unik. Eko menggunakan media sosial seperti WA, Facebook, Twitter hingga instagram untuk berjualan nasi liboetnya. Sejak tiga tahun lalu, bisnis online-nya kini mulai berkembang. Pesanan tak hanya datang dari wilayah Bandung dan sekitarnya, tapi juga sudah merambah kawasan Jabodetabek.
“Lebih banyak pesanan untuk acara hajatan dan syukuran di perkantoran. Untuk pemesanan di luar Bandung memang ada syarat dan ketentuan. Minimal pemesanan harus di atas 150 porsi dan ongkos kirim ditanggung bersama,” ujar Eko.
Bicara soal harga, rasanya relatif terjangkau yaitu kisaran Rp 15.000-Rp35.000. Porsi termahal dilengkapi empal/gepuk dan tempe dan tahu bacam, lalapan, sambal dan kerupuk.
Eko juga menyadari sebagai seorang pengusaha muslim, bisnis yang dijalankan diharapkan lebih barokah dan tidak menimbulkan kemudharatan baik kepada konsumen maupun untuk Nasi Liboet sebagai produsen hingga Eko termotivasi untuk mendaftarkan Nasi Liboet untuk mendapat sertifikat halal dari MUI.
“Proses sendiri Alhamdulillah tidak terlalu lama,” ujar Eko. “Proses mendapatkan sertifikat kami dapatkan saat mengikuti program pembinaan UKM Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandung di Jalan Kawaluyaan, Bandung. Proses sertifikasinya sendiri memakan waktu 3 bulan. LPPOM MUI datang untuk melakukan wawancara dan tak lama berselang sertifikat dirilis.”
Nasi Liboet sendiri sudah menjadi partner Halal Corner dalam program Ifthor Halal di wilayah Bandung. “Dengan produk yang sudah terjamin kehalalannya akan muncul keyakinan dan rasa aman di pihak kami juga tentunya bagi konsumen. Dengan adanya sertifikat membantu kami membangun kepercayaan konsumen kepada Nasi Liboet sebagai yang halal dan thoyib.”
Bunda Tuti Asmara, owner Nasi Liboet
Ingin menikmati sensasi Nasi Liboet?? HCers dapat temui di Jl. Leuwi Anyar V, Situsaeur, Bandung – Jawa Barat atau hubungi 08122045531.
Redaksi : HC/EH & IS[:]