BANDA ACEH — Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia belum menjadi pionir bagi pengembangan bisnis pariwisata halal.
Dengan jumlah tenaga kerja di sektor wisata sebanyak 10.284 juta orang, bisnis pariwisata halal di tanah air hanya mendatangkan devisa negara sebanyak 11,9 miliar dolar AS.
Menurut data Sofyan Hospitality’ Analysis dari World Travel Tourism Council (WTTC), jumlah itu di bawah negeri jiran Singapura sebesar 16 miliar dolar AS dan Malaysia sebesar 15 miliar dolar AS. Bahkan Thailand mampu mendulang keuntungan dari bisnis wisata halal sebesar 47,4 miliar dolar AS.
Ketua Tim Percepatan Pariwisata Halal Kementerian Pariwisata, Republik Indonesia, Riyanto Sofyan, Kamis (19/5) menyebutkan pemerintah menyiapkan sejumlah strategi meningkatkan penerimaan wisatawan asing muslim agar target wisatawan asing 5 juta dan wisatawan lokal 240 juta pada 2019 tercapai. Dalam kerangka itu, ada tiga hal yang difokuskan.
Pertama, promosi dan pemasaran, termasuk didalamnya membangun merek (branding), strategi komunikasi, dan penjualan. Kedua, pengembangan destinasi yang terdiri dari atraksi, pembangunan fasilitas, dan akses ke lokasi yang menunjang. Ketiga, kelembagaan, usahawan, pelaku industri dan pelatihan lokakariya. Hal ini dilakukan agar mereka memahami cara melayani wisatawan secara lebih profesional.
Saat ini pemerintah menetapkan lima daerah yang menjadi tujuan pengembangan wisata halal. Yakni, Aceh, Sumatra Barat dan Lombok, DKI Jakarta dan Jawa Barat. Aceh adalah satu satunya propinsi yang terbentuk secara Islami yang Kaffah. Banyak hal yang positif yang bisa dikembangkan sebagai world best halal cultural destination, serta budaya Islami Rahmatan Lil Alamin, yang bisa dinikmati dan dikunjungi siapapun. “Itu yang harus dikembangkan,” katanya.
Selain itu, perlu kerjasama dengan Pemerintah Propinsi Aceh untuk mengetahui jenis wisata apa saja yang bisa dikembangkan. Pihak kementerian telah menyiapkan kerangka kerja dan membangun kerja sama dengan instansi terkait. Kendala seperti fasilitas yang masih terbatas, jangan menjadi halangan untuk membangun bisnis wisata halal. “Tidak ada tempat wisata yang sempurna, Malaysia biasa aja, tapi dibilang bagus,” katanya mencontohkan.
Sumber : Republika