HALALCORNER.ID, JAKARTA – Undang-undang jaminan produk halal nomor 33 tahun 2014 lahir sebagai bentuk pengakuan terhadap kebebasan beragama, dalam hal ini umat Islam yang mempunyai aturan halal dan haram terhadap konsumsinya. Oleh karena itu, tujuan dibuatnya undang-undang tersebut untuk memberikan kepastian hukum mengenai produk yang beredar di masyarakat dan menjamin kehalalannya, baik produk dalam negeri atau produk yang datang dari luar.
Akhir-akhir ini jagat maya dihebohkan dengan manuver bisnis Mixue, perusahaan franchise asal Cina yang menawarkan produk es krim dan minuman teh. Bahan baku yang diimpor dari Cina menjadikan tanda tanya besar bagi masyarakat, apakah produk yang ditawarkan Mixue sudah halal? Selain itu, Mixue secara massif membuka gerai di berbagai daerah, sampai-sampai ada meme yang mengatakan Mixue sebagai “malaikat pencari ruko kosong”. Bahkan terakhir, Mixue sudah berani memasang logo halal baru di salah satu gerainya di Semarang, padahal belum mengantongi sertifikat halal.
Label halal adalah sebagai penanda bahwa produk yang ditawarkannya sudah dijamin kehalalannya oleh lembaga yang berwenang sehingga konsumen tidak khawatir mengenai status kehalalan produk yang akan dikonsumsinya. Jadi label halal ini adalah bentuk perlindungan konsumen agar ia tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang haram atau yang belum jelas kehalalannya.
Sementara, Mixue memasang logo halal tersebut di salah satu gerainya padahal sertifikat halalnya belum keluar. Seperti dilansir dari CNBC Indonesia, Mixue masih dalam proses sertifikasi halal dan sedang diaudit oleh Lembaga Pemeriksa Halal LPPOM MUI. Sementara menurut Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) M. Aqil mengatakan pemasangan logo halal dilakukan setelah mengantongi sertifikat halal, maka jelas disini, Mixue telah melakukan pelanggaran dalam proses halal.
Hanya saja, meski dalam Pasal 50 Undang-undang JPH Nomor 33 Tahun 2014 BPJPH berwenang melakukan pengawasan terhadap pencantuman logo halal, pada sanksi pidananya belum ada pengaturan secara rinci bagaimana sanksi bagi pelaku usaha yang mencantumkan logo halal illegal. Dalam ketentuan pidananya, undang-undang tersebut memberikan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menjaga kehalalan produknya apabila ia sudah mendapatkan sertifikat halal dan bagi seseorang yang terlibat dalam proses halal dan tidak menjaga rahasia tentang produk yang didaftarkan oleh pelaku usaha.
Meski demikian, karena logo halal ini merupakan bentuk dari perlindungan konsumen, maka dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai sanksi bagi pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam pasal 8, yaitu tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label atau keterangan halal lainnya. Sanksi tersebut berupa pidana penjara paling lama lima tahun atau denda 2 miliar rupiah.
Fan page : HALAL CORNER
FB Group : bit.ly/FBGrupHalalCorner
Website : www.halalcorner.id
Twitter : @halalcorner
Instagram : @halalcorner
Referensi : diolah dari berbagai sumber Redaksi : HC/Iwan Setiawan