[:id]HALALCORNER.ID, JAKARTA – Protein merupakan salah satu kandungan gizi yang mutlak diperlukan karena perannya yang sangat penting dalam sistem metabolisme manusia. Protein kunci perbaikan sel dan pembentukan otot. Sumber protein berasal dari daging, kacang-kacangan, telur, ikan, serelia utuh dan sayuran hijau. Meski demikian, kebutuhan protein masyarakat lebih banyak bersumber dari produk hasil ternak seperti ayam atau sapi. Namun saat ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak peternakan dan penyembelihan hewan seperti emisi gas rumah kaca dan suburnya budaya vegan, industri peternakan mulai melirik sumber lain demi pemenuhan konsumsi protein hewani.
Salah satu pilihan tersebut adalah produk daging yang diproduksi melalui rekayasa di laboratorium. Berhubungan erat dengan terobosan baru di bidang ilmu dan teknologi, daging jenis ini dibudidayakan di laboratorium melalui pertumbuhan sel eksponensial dan bioreaktor tanpa melibatkan penyembelihan seperti halnya produk hasil ternak biasa. Selain itu jenis daging ini tidak memerlukan lahan dan perairan sebagaimana umumnya peternakan konvensional sehingga emisi gas secara otomatis akan berkurang.
Daging ini diproduksi dengan proses ekstraksi (pengambilan sari pati) sel hewan hidup asalnya seperti ayam, sapi dan bebek lalu menggandakan bagian ekstrak tersebut dalam bioreaktor yaitu sistem yang menyediakan lingkungan biologis yang menunjang suatu reaksi biokimia. Daging yang diperoleh dari hasil produksi secara laboratorium ini mempunyai tekstur, aroma dan gizi sama seperti halnya daging produk hasil ternak. Budidaya daging ini diklaim memiliki biaya produksi yang jauh lebih murah dan dapat memenuhi 35% konsumsi daging di seluruh dunia.
Meski daging yang diproduksi di laboratorium merupakan hasil kultur jaringan, sebagai umat muslim, keberadaan sumber protein ini tentunya harus dicermati status kehalalannya. Titik kritis pertama adalah sumber jaringan yang digunakan pertama kali sebagai bahan awal kultur. Bahan awal kultur harus berasal dari organisme yang halal. Apabila sel tersebut berasal dari hewan yang haram seperti babi maka daging yang diperolehnya pun akan berstatus tidak halal. Demikian pula apabila jaringan diambil dari hewan yang telah mati, aspek penyembelihan harus diperhatikan apakah memenuhi syariat agama islam atau tidak.
Titik kritis lain diantaranya bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan sebagai hormon pertumbuhan (growth hormone) dan nutrisi dalam kultur sel. Tentunya kedua bahan tersebut harus bersumber dari bahan yang halal.
Penulis : Sonny Suhandono, Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH), Institut Teknologi Bandung
Editor : HC/AN[:]
Assalamualaikum…
Selamat pagi, saya Lian seorang ibu yang tengah galau untuk bb booster bayi 9 bulan. Ada yang menyebutkan bahwa membuat puding saripati daging sapi bisa menjadi jalan bb booster anak. Pertanyaannya… apakah saripati daging sapi tersebut halal dalam islam? Yang mana daging tersebut pengolahannya dengan cara diblender halus&disaring hingga tersisa cairan berwarna merah seperti darah… mohon penjelasannya, terima kasih.
Darah yang melekat pada daging dan untuk dibersihkan pada potongan daging hasil sembelihan halal berstatus halal.