Gaya hidup halal tak hanya menjadi jalan hidup kalangan Muslim. Saat ini, banyak negara non-Muslim mengakui halal sebagai gaya hidup sehat. Seperti halnya ekonomi syariah, gaya hidup halal telah menjadi tren dan menumbuhkan pasar tersendiri dalam dunia bisnis dan perdagangan dunia.
Direktur Halal Corner Aisha Maharani mengatakan, pemerintah telah mulai menunjukkan dukungan terhadap pengembangan industri halal di Tanah Air. Sayangnya, perkembangan yang diharapkan masih berjalan lamban.
“Jangankan halal, branding dan packing juga belum (berkembang),” ujar Aisha.
Aisha menilai, belum ada perkembangan signifikan dalam perkembangan industri halal. Sebagai gambaran, di Asia Tenggara saja, Indonesia masih menempati posisi ketiga sebagai produsen produk halal, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Ironisnya, Thailand sebagai negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim, malah dapat menguasai industri ini.
Aisha menilai, masyarakat baik produsen maupun konsumen belum menunjukkan tingkat pemahaman yang baik akan kebutuhan sertifikasi halal. Tak hanya masyarakat awam dan pengusaha, sebagian ulama masih memperdebatkan efektivitas sertifikasi halal dibandingkan sertifikasi haram.
“Mau ngga orang jualan dikasih sertifikasi haram? Ya nggak mau. Di negara lain sudah ada pemahaman, produsen yang menjual produk non halal mau menolak konsumen Muslim atau menjelaskan bahwa produk itu mengandung bahan nonhalal. Di kita, kesadaran itu belum ada,” ujar dia.
Dari sisi regulasi, Aisha mengatakan telah ada Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang mengatur tentang sertifikasi halal hingga ke pedagang-pedagang kecil. Sayangnya, regulasi ini baru dapat dilakukan tahun 2019.
Adapun di Indonesia, sertifikasi halal masih bersifat sukarela dan dikeluarkan oleh LPPOM MUI yang berkedudukan sebagai lembaga swadaya masyarakat (LSM), seperti dilansir dari harian republika.
Sumber : http://www.halhalal.com/berjalan-lambannya-industri-halal-di-indonesia/
Aisha Maharani dan Produk Halal