Bogor – Saat ini netizen sedang ramai membicarakan masalah iklan sebuah produk hijab yang memasang iklan yang mengundang kontroversi, “Yakin Hijab yang kita gunakan Halal?” dengan tanda tanya yang diberi porsi besar tampilannya. Sebelumnya juga netizen dihebohkan dengan kaos kaki, dan kesemua itu mengundang tanya apa perlu hijab dan kaos kaki diberi label halal, padahal itu bukan termasuk bahan yang dimakan atau minum.
Founder Halal Corner, Aisha Maharani menghubungi Lia Amalia, Kepala Bidang Sosialisasi dan Promosi Halal, LPPOM MUI Pusat untuk meminta kejelasan mengenai isu ini.
Dalam penjelasannya, Lia menyampaikan bahwa dalam Undang Undang Jaminan Produk Halal no 33 Tahun 2014, dalam Bab I Ketentuan Umum pasal 1 no. 1 disebutkan :
“ Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.”
Produk barang gunaan bisa termasuk kategori yang diluar pangan, obat dan kosmetik, seperti kaos kaki, hijab boleh disertifikasi Halal.
Lebih lanjut Lia menjelaskan, bahwa kedua produk tersebut murni keinginan dari pihak produsen, bukan keharusan dari pihak Majelis Ulama Indonesia, karena Undang Undang Jaminan Produk Halal tahun 2014 diperkirakan berlaku pada tahun 2019 yang akan datang. Jadi sertifikasi halal di Indonesia masih bersifat sukarela belum menjadi kewajiban. Seperti produk garam atau bahan kimia yang positif halal, pihak produsen menginginkan diberikan sertifikat halal, sementara dari pihak Majelis Ulama Indonesia sering menyampaikan produk jenis tersebu tidak perlu mendapat sertifikat halal.
Karena produsen ingin merambah produknya merambah pasar muslim dan ikut bermain di Industri Halal, label halal menjadi satu kebutuhan utama dalam pemasaran. Maka hal ini menepis isu Majelis Ulama Indonesia membutuhkan dana sehingga apapun disertifikasi halal.
Bagi Aisha, justru kesadaran tentang halal harusnya disikapi dengan positif bukan malah diberikan sindiran dari pihak muslim sendiri tanpa tahu tujuan dari produsen mensertifikasi halal produknya. Disini perlu edukasi tentang halal dari berbagai pihak terkait, sehingga halal menjadi bagian keseharian dan sertifikasi dan label halal bukan lagi hal yang menjadi debat kusir di antara muslim. Hal baik yang perlu dilakukan oleh Muslim adalah selalu meng-up date informasi teknologi terkini yang berkaitan dengan Halal. Dan lanjutnya, Undang Undang Jaminan Produk Halal tahun 2014, masih perlu disempurnakan sehingga menjadi undang-undang yang membantu Muslim baik bagi produsen dan konsumen. Ini diperlukan dukungan dan masukan positif dari berbagai pihak untuk menyempurnakannya.
Salam Halal is My Way
HC/AM