Setelah polemik Warung Ayam Goreng Widuran viral dan memicu kekhawatiran di tengah masyarakat. Banyak pihak mulai mempertanyakan respons Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Isu kehalalan produk yang mencuat dari kasus ini dinilai cukup serius, apalagi melibatkan kuliner yang legendaris di kota Solo.
Menjawab kegelisahan publik, Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof. KH Asrorun Ni’am Sholeh akhirnya memberikan tanggapan. Ia menilai bahwa kasus penggunaan bahan non-halal yang dilakukan secara diam-diam oleh pelaku usaha seperti Ayam Goreng Widuran berpotensi merusak reputasi Kota Solo. Menurutnya, jika tidak segera ditangani secara tegas—baik secara administratif maupun hukum—maka citra Solo sebagai kota religius dan ramah wisata bisa tercoreng.
Baca juga: Wali Kota Solo Minta Ayam Goreng Widuran Ditutup
Lebih jauh, insiden ini bisa menurunkan tingkat kepercayaan publik, merugikan pelaku usaha kuliner yang lain, dan bahkan berdampak pada sektor pariwisata karena munculnya rasa tidak aman terhadap kehalalan makanan yang dijual di kota tersebut. Oleh karena itu, Prof. Ni’am mengimbau agar pemerintah daerah setempat segera bertindak cepat dan tegas agar dampaknya tidak meluas.
Prof. Ni’am juga menyoroti kewajiban pelaku usaha dalam mematuhi regulasi halal yang sudah ditetapkan di Indonesia. Setiap produk pangan yang diperdagangkan harus bersertifikat halal sesuai amanat undang-undang. Jika dilanggar, maka sanksi hukum harus diberlakukan, dan pemerintah tidak boleh abai dalam menegakkan aturan ini.
Ia pun menegaskan pentingnya pemahaman bahwa kehalalan suatu produk tidak hanya ditentukan dari jenis bahan dasarnya saja. Misalnya, ayam memang termasuk hewan halal, namun bisa menjadi haram jika proses penyembelihannya tidak sesuai syariat atau dimasak menggunakan bahan najis seperti minyak babi. Karena itu, proses pengolahan harus benar-benar diperhatikan.
Lebih dari sekadar kasus viral, insiden Ayam Goreng Widuran menjadi pengingat penting bagi konsumen Muslim untuk lebih berhati-hati dalam memilih tempat makan. Kehalalan makanan harus dipastikan bukan hanya dari label menu, tetapi juga dengan mengecek sertifikat halal, bertanya langsung kepada pelaku usaha, dan memperhatikan indikasi-indikasi kehalalannya.