Kode E dalam bahan makanan kembali diisukan ​sebagai tanda bahan bersumber dari babi. Padahal belum tentu kode E mengandung bahan non halal.
Beredar isu deretan kode E dalam bahan makanan berasal dari babi. Seperti kandungan E471 pada produk makanan yang sempat dipertanyakan lagi kehalalannya.
Situs halalmui.org (07/02) menjelaskan bahwa kode E adalah kode yang dikeluarkan oleh Uni Eropa (European Union) untuk bahan tambahan atau aditif makanan. Termasuk pewarna, pengental, penstabil dan sebagainya.
Terkadang pada komposisi bahan di kemasan produk pangan hanya muncul dalam bentuk kode E saja. Sehingga tidak ada padanan nama bahan. Inilah yang kadang membuat konsumen bingung.
Akan tetapi kode E tak dapat mengidentifikasi bahwa bahan makanan mengandung babi, sebut laporan di situs resmi LPPOM MUI. Tidak semua bahan dengan kode E perlu dicurigai kehalalannya. Perlu ada kajian lebih lanjut mengenai kandungan yang terdapat dalam produk makanan itu.
LPPOM MUI beberapa tahun lalu sempat menyebut contoh-contoh kode E yang perlu diperhatikan karena mungkin berasal dari hewan. Diantaranya E422 (gliserol/gliserin), E430-E463 (asam lemak dan turunannya) dan E470-E495 (garam atau ester asam lemak). Sementara E334 adalah kode untuk L-(+)-tartaric acid yang merupakan hasil samping industri wine.
Mengenai E471, kode ini merupakan bahan emulsifier yang bisa berasal dari lemak hewani maupun nabati. Jika berasal dari nabati, maka dipastikan bahan halal.
Sedangkan bila berasal dari hewani, perlu dilihat dulu berasal dari hewan halal dan disembelih secara syar’i atau tidak. Jika hewan halal dan disembelih dengan cara syar’i maka kode E itu halal. Namun apabila berasal dari hewan haram sudah tentu produk bersangkutan tidak halal.
LPPOM MUI menambahkan kalau produk makanan yang ada kode E dalam komposisinya namun sudah berlogo halal MUI, maka sumber bahan tidak diragukan lagi kehalalannya.
Sumber : DetikFood