Beda Hasil Uji Lab BPOM-BPJPH vs LPPOM: Apa Penyebabnya?

Photo of author

Publik baru-baru ini digemparkan oleh temuan kandungan DNA babi dalam produk bersertifikat halal berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan oleh BPOM dan BPJPH. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin produk yang telah bersertifikat halal bisa mengandung unsur haram?

Kronologi Temuan BPOM dan BPJPH

Pada 21 April 2025, BPJPH bekerja sama dengan BPOM mengumumkan hasil uji laboratorium terhadap sembilan produk makanan olahan. Tujuh di antaranya memiliki sertifikat halal, namun ditemukan positif mengandung unsur babi (porcine). Pengambilan sampel dilakukan secara acak dari pasaran, bukan atas laporan pelaku usaha.

Dalam konferensi pers, Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan menjelaskan bahwa pengujian dilakukan di laboratorium BPOM dan BPJPH. Tindak lanjut dari temuan ini adalah penarikan tujuh produk halal dari peredaran dan peringatan terhadap dua produk lainnya yang belum bersertifikat halal. BPJPH menegaskan bahwa semua perusahaan kooperatif sehingga proses hukum tidak dilanjutkan.

Klarifikasi dari Pelaku Usaha

Beberapa pelaku usaha yang disebut dalam rilis BPJPH menyampaikan klarifikasi terbuka melalui media sosial resmi mereka. Dua di antaranya adalah ChompChomp dan Hakiki Donarta.

ChompChomp, produsen marshmallow impor, menegaskan bahwa mereka telah melakukan pengujian laboratorium di Sucofindo terhadap tiga varian produk—Car Mallow, Flower Mallow, dan Mini Marshmallow—dengan nomor batch yang sama seperti yang diuji BPJPH. Hasil uji menunjukkan ketiganya negatif DNA babi (porcine).

Meski demikian, ChompChomp tetap menarik seluruh batch produk tersebut dari pasar dan berkomitmen untuk memusnahkannya guna menjaga ketenangan publik.

ChompChomp juga menambahkan bahwa seluruh proses produksi dilakukan di pabrik bersertifikat halal, dengan penggunaan gelatin yang telah lolos uji bebas porcine. Sebagai bukti komitmen terhadap standar halal, ChompChomp menyertakan total 36 dokumen hasil uji mandiri yang bisa di akses oleh publik melalui link yang dibagikan di akun instagram resmi ChompChomp.

Hakiki Donarta, produsen gelatin dalam negeri, menyatakan bahwa seluruh bahan bakunya telah melalui pengujian Real-Time PCR sesuai ketentuan BPJPH, baik sebelum pengiriman dari produsen luar negeri maupun setelah tiba di Indonesia. Hasilnya selalu menunjukkan negatif DNA babi. Meski tidak ditemukan pelanggaran, mereka tetap menarik produk dari pasar sebagai bentuk tanggung jawab, dan menyatakan siap menyesuaikan metode pengujian dengan standar terbaru yang ditetapkan BPJPH.

Penjelasan dari LPPOM MUI

LPPOM MUI, sebagai lembaga pemeriksa halal yang melakukan audit terhadap 7 dari 9 produk yang disebutkan oleh BPJPH, mengeluarkan pernyataan resmi pada 29 April 2025. Pihak LPPOM menegaskan bahwa audit dilakukan sesuai Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH), dan hasil uji laboratorium sebelumnya tidak menemukan kandungan DNA babi.

LPPOM menjelaskan bahwa hasil pengujian menjadi dasar Komisi Fatwa MUI dalam menetapkan status halal produk sebelum sertifikat dikeluarkan BPJPH. LPPOM juga melakukan pengujian ulang terhadap produk yang masih tersedia di pasaran. Hasilnya tetap menunjukkan negatif porcine, meskipun batch yang diuji BPJPH sudah tidak ditemukan.

Menurut LPPOM, kemungkinan perbedaan hasil disebabkan oleh perbedaan batch, teknik sampling, atau variasi dalam kondisi pengujian laboratorium. Pihak LPPOM juga menyerukan kerja sama lintas lembaga agar kejadian serupa tidak terulang.

Mengapa Hasil Uji Laboratorium Bisa Berbeda?

Perbedaan hasil uji laboratorium bukan hal yang luar biasa dalam dunia sains, terutama jika melibatkan pengujian dengan tingkat sensitivitas tinggi seperti deteksi DNA. Beberapa faktor yang bisa menyebabkan hasil berbeda antara satu laboratorium dan lainnya antara lain:

  • Perbedaan nomor batch produk yang diuji.
  • Cara pengambilan dan penyimpanan sampel
  • Teknik ekstraksi DNA
  • Perbedaan alat, bahan kimia, dan suhu uji
  • Prosedur laboratorium yang tidak 100% identik meskipun metode yang digunakan sama.

Dengan kata lain, dua laboratorium bisa menggunakan metode yang sama, tetapi hasilnya bisa berbeda jika tahapan awal pengujian tidak dilakukan secara seragam.

Kasus ini menyoroti pentingnya konsistensi, transparansi, dan kerja sama antar lembaga dalam menjaga integritas produk halal. Perbedaan hasil uji laboratorium bukan serta-merta menunjukkan adanya pelanggaran, tetapi bisa berasal dari perbedaan teknis yang memengaruhi hasil. Oleh karena itu, sinergi antara BPJPH, LPPOM MUI, pelaku usaha, dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) independen sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap sistem jaminan produk halal di Indonesia.

Tinggalkan komentar

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial