[:id]HALALCORNER.ID, SURABAYA—Penampilan rapi didukung dengan aroma tubuh yang segar tentu menjadi hal penting dalam kehidupan bermasyarakat. Selain menambah kepercayaan diri, penampilan yang baik akan menjadi branding tersendiri bagi seseorang. Salah satu penunjang penampilan adalah parfum. Kosmetik satu ini sangat banyak variannya di pasaran. Menjadi hal kritis adalah komposisi parfum yang biasanya mengandung alkohol.
Islam menganjurkan umatnya untuk memakai parfum pada waktu-waktu tertentu. Misalnya pada saat shalat Jumat bagi laki laki, saat wanita berdandan di hadapan suaminya, dan pada saat hari raya. Hanya saja umat Islam perlu kritis terhadap kompisisi bahan parfum sebelum memutuskan untuk memilih jenis parfum yang akan digunakan.
Banyak orang mengira bahwa kadar etanol pada parfum hanya sedikit sehingga lebih banyak kandungan parfum murninya. sebenarnya kadar alkohol pada parfum bisa mencapai 90% sedangkan parfum murninya hanya 10%. Dengan komposisi ini kita perlu mengetahui bagaimana hukum parfum beralkohol dalam syariat Islam.
Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam hal ini. Pangkal perbedaannya adalah pada status alkohol sendiri, apakah terkategori najis atau bukan. Perbedaan pendapat mengenai status najis pada alkohol berasal dari perbedaan pendapat tentang status kenajisan khamr.
Khamr ( minuman yang memabukkan) secara kimia disebutkan sebagai setiap minuman yang mengandung etanol baik kadar sedikit ataupun banyak. Menurut jumhur fuqaha, seperti Maliki, Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Ibn Taimiyah dan Ahmad, khamr termasuk najis. Dalilnya adalah QS Al-Maidah:90, yang artinya,” Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, ( berkorban) untuk berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji ( rijsun) termasuk perbuatan syaitan”. Ayat ini menjelaskan bahwa khamr termasuk najis ( rijsun) ( Wahbah Zuhaili Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 7/427).
Sebagian ulama menganggap bahwa khamr tidaklah najis sebagaimana pandangan Rabi’ah Al-Ra’yi, Muzani dan Imam Laits bin Sa’ad. Menurut mereka kata “rijsun” dalam ayat tersbut adalah najis secara maknawi. Namun meskipun tidak najis, khamr tetap haram untuk diminum.
Adapun pendapat yang terkuat adalah pendapat jumhur yang menjelaskan bahwa khamr dalah najis, sebagaimana hadits Nabi SAW dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani ra. Beliau pernah bertanya kepada Nabi Saw,” Kami bertenatngga dengan ahli kitab, mereka memasak babi dalam panci-panci mereka dan meminum khamr dalam nejana-bejana mereka.” Nabi SAW menjawab,” jika kaum mendapati wadah lain, makan dan minumlah padanya. Jika kamu tidak mendapati wadah lainnya, cucilah wadah mereka dengan air dan gunakan untuk makan dan minum”( HR Ahmad dan Abu Dawud, dengan isnad Shahih) ( Subulus Salam,1/33; Nailul authar, 62). Perintah Nabi SAW untuk mencuci wadah dengan air menunjukkan bahwa khamr itu adalah najis yang harus disucikan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Dengan demikian alkohol ( etanol) termasuk dalam kategori khamr yang bersifat najis. Sehingga menggunakan parfum beralkohol tidak diperbolehkan karena mengandung najis.
Sumber: M. Shiddiq Al-Jawi
Redaksi: HC/EDR[:]