Pinjam Seratus Agar Silaturahmi Tidak Putus

Photo of author

Siapa di dunia ini yang ingin punya utang? Kiranya tidak ada. Semua orang mau agar segala yang ia inginkan dan butuhkan bisa terwujud dengan uangnya sendiri. Karena yang namanya utang harus dikembalikan, sementara dalam pengembalian ini yang terkadang menjadi masalah. Tidak sedikit terjadi penganiayaan, pembunuhan, atau pun bunuh diri akibat utang piutang. Miris memang, karena utang nyawa jadi melayang. Lantas bagaimana kiat-kiat agar utang itu justru bisa menjadi sarana untuk saling tolong menolong, menjadikan silaturahmi tidak putus, dan jauh dari perselisihan?

Alasan Orang Berutang

Ada tiga alasan seseorang berutang. Pertama karena untuk mengembangkan bisnisnya, kedua karena motif gaya-gayaan, mengejar gengsi, ingin terlihat modern dan lain sebagainya. Ketiga karena untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ketiga motif ini tidak menutup kemungkinan menjadi masalah dalam utang piutang jika tidak dikelola dengan baik. Terlebih untuk motif kebutuhan dan gaya-gayaan sudah banyak memakan korban, apalagi jika berutangnya ke pinjol (pinjaman online ) dan ilegal serta berbasis bunga. Sudah banyak terjadi teror yang dilakukan pinjol kepada debiturnya, baik dengan menyebarkan data peribadi, mengancam, menganiaya dan lainnya.

Korban yang disebabkan karena utang piutang sebenarnya tidak hanya terjadi pada orang yang punya utang. Tetapi, pada orang yang berpiutang pun kerap terjadi, akibat percekcokan kemudian ditikam sampai meninggal. Seperti yang terjadi di Tangerang, dilansir dari detik news ada seorang pria menusuk seorang ibu hingga tewas, hal itu dilakukan karena sakit hati, sebab korban memberlakukan bunga yang besar dan mencaci pelaku saat menagih utang. Artinya agar utang tidak jadi bumerang yakni mendatangkan musibah baik kepada orang yang berutang atau pun kepada orang yang memberi utang, maka harus baik dalam mengelola utang tersebut.

Cara Halal Kelola Utang

Ada 5 cara halal mengelola utang agar tidak menyebabkan putusnya silaturahmi. Pertama, menentukan mana kebutuhan dan mana keinginan. Kebutuhan adalah sesuatu untuk bertahan hidup yang jika tidak terpenuhi dapat mengakibatkan terganggunya aktivitas sehari-hari bahkan keberlangsungan hidup seseorang. Seperti halnya kebutuhan akan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal. Sementara keinginan biasanya dipengaruhi oleh dorongan luar, seperti gengsi, lingkungan kerja, dan sebagainya. Mengetahui mana kebutuhan mana keinginan sangat penting, baik untuk orang yang punya penghasilan lebih, cukup, atau pun kurang.

Memahami mana kebutuhan dan keinginan akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menggunakan uangnya. Bagi orang yang penghasilannya cukup untuk memenuhi kebutuhannya, ia bisa menyisihkan untuk kebutuhan di masa depan dan tidak berutang. Bagi yang penghasilannya lebih, ia tidak akan terjerumus pada gaya hidup hedonis yang mendorong dirinya merasa kurang. Sedangkan untuk orang yang ada dalam kekurangan, mengetahui kebutuhan dan keinginan penting agar bisa meminimalisir pengeluaran, setidaknya bisa mencari substitusi dari apa yang dibutuhkan sehingga meminimalisir utang. Umpamanya untuk memenuhi protein tidak dengan telur jika harganya mahal tetapi beralih ke barang substitusi lain seperti tempe yang mengandung protein nabati dengan menyesuaikan pendapatan.

Kedua, jika keadaan memaksa harus berutang, maka gunakan akad qardh atau utang piutang dalam Islam. Utang piutang dalam Islam tidak ada bunga sehingga ketika membayar harus sama dengan jumlah ketika meminjam. Utang piutang yang berbasis bunga akan memberatkan dikemudian hari, apalagi jika pengelolaan utang dari sisi lain diabaikan. Utang berbasis bunga ini pula yang kerap menjadi perselisihan, karena seiring berjalannya waktu bunga akan terus tumbuh membesar sementara untuk membayarnya tidak sanggup.

Ketiga, saat melakukan utang piutang buat janji sesuai dengan kemampuan. Janji adalah ikatan dengan orang lain untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini untuk membayar di waktu tertentu dengan nilai tertentu. Janji ini dibuat oleh dua pihak, keduanya harus memahami betul-betul perjanjian tersebut, meski dilakukan secara lisan. Misalnya orang yang berutang jangan menggunakan janji untuk merayu agar mendapatkan utang, tetapi harus berbasis fakta untuk apa berutang? Dari mana akan membayar? Butuh berapa lama untuk melunasinya? Semua ini harus sudah dipikirkan agar utang tidak jadi masalah. Utang yang sudah terencana merupakan salah satu bentuk adanya i’tikad baik dimana Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam bersabda:

من اخذ اموال الناس يريد اداءها ادىالله عنه ومن اخذ يريد اتلا فها اتلفه الله

“Barangsiapa yang mengambil harta manusia, (dan) ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunaskan atasnya dan barangsiapa yang mengambil (dan) ia ingin menghilangkannya niscaya Allah menghilangkannya.” (H.R. Bukhari)

Dalam membuat janji, orang yang akan meminjamkan pun harus mengerti dan tahu untuk apa utang tersebut? Dari mana dia akan membayar? Rasional atau tidak peruntukan utang, sumber untuk membayar, dengan jangka waktunya? Jangan sampai nanti meminjamkan uang untuk pengobatan anaknya yang batuk, sumbernya dari gaji perbulan 2 juta, meminjamnya 10 juta dengan waktu satu bulan. Jika tidak rasional lebih baik tidak diberikan pinjaman karena nanti akan menjadi masalah, ia sudah pasti tidak akan mampu untuk membayarnya. Sementara kalau sudah terjadi masalah, orang yang berpiutang pun bisa mejadi korban.

Keempat, saat hendak menagih utang maka datangilah dengan cara yang baik. Sampaikan bahwa waktunya sudah jatuh tempo, kalau pun orang yang berutang tidak sanggup untuk membayar pada waktu itu, beri jangka waktu lagi sampai ia bisa membayar atau nominalnya dikurangi. Misal pada awalnya dalam satu bulan sanggup membayar Rp 500.000,00 , dikurangi menjadi Rp 300.000,00. Ketika keadaannya sudah sangat parah sampai ada istilah “semakin ku kejar semakin kau jauh” maka ikhlaskan, karena diakhirat Allah akan menggantinya. Oleh karena itu, penting sekali bagi orang yang akan meminjamkan hartanya bahwa utang piutang dalam Islam itu adalah akad tolong menolong sehingga ia sudah siap untuk “kehilangan” uangnya.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَن تَصَدَّقُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (Al-Baqarah: 280)

Kelima, jika keadaan memang sulit. Setelah berikhtiar mencari kerja sampingan masih saja tidak cukup untuk membayar, maka datangi lembaga zakat untuk mengajukan bantuan. Islam agama yang komprehensif, Islam tidak mengajarkan penganutnya untuk meminta kepada orang lain. Oleh karena itu perlu adanya manajemen keuangan, memilih mana kebutuhan dan keinginan, meminjam kepada orang lain dengan i’tikad baik untuk membayar. Namun jika ada kondisi dimana seseorang betul-betul tidak sanggup, Islam memberikan solusinya dengan mengalokasikan zakat bagi orang yang punya utang. Maka inilah lima cara halal agar utang tidak jadi bumerang yang menghancurkan tali silaturahmi.

2 pemikiran pada “Pinjam Seratus Agar Silaturahmi Tidak Putus”

  1. اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ min

    Afwan sebelumnya. Mau koreksi yang di thumbnailnya. Sebelumnya mohon diganti ya. Soalnya saya menyangka ya –maaf kalau salah– itu gambar perempuan, jadi khawatir ada termasuk bagian aurat perempuan yang terlihat. Soalnya gak nutupin sampai telapam tangan

    Balas

Tinggalkan komentar