HALALCORNER.ID-JAKARTA. Majelis Ulama Indonesia menyatakan bahwa pengawasan terhadap produk yang sudah disertifikasi halal harus ditingkatkan, mengingat banyak celah yang bisa terjadi pembelokan dan merugikan umat.
“Salah satu tahapan kritis dalam proses sertifikasi halal produk adalah pengawasan. Masih banyak lobang yang harus ditutup, baik disebabkan oleh aturan yang longgar seperti keberlakuan Sertifikat Halal tanpa batas waktu, perangkat pengawasan yang terbatas, maupun karena potensi kenakalan pelaku usaha”, ujar Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh, Ahad (27/4/2025)
Hal ini diungkapkan menanggapi rilis BPJPH tentang temuan sembilan produk pangan yang berdasarkan uji lab mengandung DNA porcine, dan tujuh di antaranya sudah memperoleh Sertifikat Halal.
“Saya mengapresiasi langkah pengawasan yang dilakukan oleh BPJPH, yang memang salah satu tugasnya adalah pengawasan. Temuan tersebut semakin menunjukkan betapa pentingnya pengawasan secara berkelanjutan terhadap produk pangan, termasuk yang sudah bersertifikat halal,” Prof Niam.
Terhadap dua produk temuan yang belum bersertifikat halal, ini jelas bertentangan dengan UU Jaminan Produk Halal, yang mewajibkan seluruh produk pangan yang beredar bersertifikat halal.
“Temuan ini menunjukkan bahwa kewajiban yang dimandatkan UU belum sepenuhnya ditaati. Karena itu edukasi, literasi, dan pengawasan harus terus dilakukan. Tugas utama pengawasan dan penindakan adalah adalah Pemerintah. Karenanya temuan ini semakin menegaskan pentingnya peningkatan pengawasan”, tambah Guru Besar bidang Ilmu Fikih UIN Jakarta ini menegaskan.
Sementara terhadap produk pangan yang sudah bersertifikat Halal, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Miftahul Huda menyatakan, setelah dilakukan telaahan mendalam, ditemukan fakta bahwa produk tersebut memang sudah diaudit oleh lembaga pemeriksa halal, dan telah ditetapkan kehalalannya dalam sidang Komisi Fatwa.
Tujuh produk tersebut merupakan produk yang masuk kategori risiko tinggi (high risk), mengingat berbahan gelatin. Karenanya dipersyaratkan pemeriksaan yang lebih ketat, salah satunya dengan uji laboratorium.
“Setelah ditelaah kembali dokumen pemeriksaan terhadap ketujuh produk tersebut, dokumen laporan audit lengkap, disertai dengan hasil uji lab yang terakreditasi dengan hasil negatif, telah memenuhi pedoman penetapan fatwa, telah dibahas dalam sidang fatwa, dan telah ditetapkan kehalalan produknya. Hasil penetapan halal tersebut ditindaklanjuti BPJPH dengan penerbitan Sertifikat Halal”, jelas Kiai Miftah.
Untuk klarifikasi lebih lanjut, MUI kemudian memanggil lembaga pemeriksa halal yang melakukan audit untuk tabayun.
“Dalam tabayun tersebut MUI meminta keterangan proses dan evaluasi di mana titik masalahnya. Diperoleh fakta bahwa proses audit berjalan sesuai standar, dan bahkan disampaikan uji laboratorium kembali terhadap sample produk pasca sertifikasi halal, hasilnya negatif,” tegasnya.
Forum klarifikasi tersebut, di samping dihadiri pimpinan dan anggota Komisi Fatwa MUI, juga dihadiri oleh Dewan Pimpinan MUI lintas bidang.
Beberapa Kemungkinan
Melihat fakta-fakta tersebut, MUI menilai ada beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi, pertama; kemungkinan perbedaan sampel antara hasil uji lab saat pemeriksaan untuk sertifikasi halal dengan saat pemeriksaan BPJPH.
Kedua, kemungkinan perbedaan waktu uji yang bisa berdampak beda hasil. Ketiga, kemungkinan karena perbedaan alat dan metode pengujian. Keempat, kemungkinan terjadinya perubahan komposisi saat proses sertifikasi halal dengan proses produksi pasca sertifikasi halal.
Kelima, kemungkinan ketidaktelitian dalam uji lab. Keenam, kemungkinan perbedaan standar dan metode dalam produk pengujian. Ketujuh, kemungkinan terjadinya persaingan tidak sehat. Dan kemungkinan-kemungkinan lain yang perlu didalami secara utuh.
“Ini perlu didalami, mengingat tanggung jawab kita untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap umat. Jangan sampai kita merugikan umat dengan adanya peredaran produk yang dikonsumsi tidak halal. Tetapi sebaliknya, jangan sampai kita merugikan pelaku usaha, dengan menghukum orang yang tidak bersalah”, tegasnya.